PENGETAHUAN TANPA BATAS  

Posted by: Anisa Setya Arifina

Jika computer dan internet tidak pernah ditemukan, yang ada hanya mesin ketik pita, mungkin orang-orang akan berpikir berjuta-juta kali untuk melakukan plagiat. Mungkin saja kini keberadaanya hanya tersimpan rapi dan hanya dijadikan pajangan di lemari para kolektor benda antik.

Di abad modern ini, kemudahan yang ditawarkan teknologi seharusnya memberi semangat baru bagi manusia untuk terus maju dan lebih kreatif lagi. Yang terjadi malah sebaliknya, kemudahan yang ditawarkan teknologi malah memberi kemunduran bagi penemunya.

Manusia dan pengetahuan tidak dapat dipisahkan. Manusia membutuhkan pengetahuan untuk mengubah hidupnya menjadi lebih baik dan lebih beradab atau modern. Kebutuhan untuk terus memperbaiki hidupnya ini mendorong manusia untuk terus menemukan inovasi-inovasi baru atau mengembangkan hal-hal yang sudah ditemukan, seperti teknologi yang akan memudahkan tercapainya hidup yang lebih beradab dan modern. Komputer dan internet adalah salah satu dari sekian banyak inovasi-inovasi itu.

Pengetahuan tanpa batas adalah yang ditawarkan oleh kolaborasi antara internet dan computer. Di dunia maya orang-orang dari seluruh penjuru dunia bisa berbagi pengetahuan. Ungkapan yang cocok untuk hal ini adalah “Pencet satu tombol maka Anda akan bisa melihat dunia”. Ungkapan ini lebih praktis dari “Buku adalah jendela dunia”. Sebagian orang pasti akan memilih “memencet satu tombol” daripada membuka buku yang berlembar-lembar tebalnya. Bahkan sekarang buku bisa di-download melalui internet. Mudah sekali melakukan plagiat sekarang ini, tidak akan memakan waktu lama didukung dengan teknologi yang memadai, (copy-paste). Orang-orang jadi terlalu bergantung kepada teknologi.

Maraknya plagiat di kalangan akademisi maupun di kalangan lain tidak bisa disalahkan hanya dari sisi teknologi saja, karena sejak awal teknologi diciptakan untuk membantu kehidupan manusia, bukannya untuk melakukan kejahatan seperti plagiat. Menurunnya moral dari manusia itu sendiri menjadi faktor pemicu. Moral yang malas untuk berpikir kreatif dan malas untuk membaca buku akan memicu dirinya menggunakan teknologi informasi sebagai sarana melakukan plagiat.

Lihat saja sekarang, perpustakaan sekarang jadi sepi pengunjung, hanya mereka yang benar-benar berpikiran kreatif yang dengan sukarela membalik lembar demi lembar halaman buku yang monoton di perpustakaan. Orang-orang lebih senang duduk dan menatap layar komputer yang berwarna dan dengan praktis mendapat pengetahuan secara kilat. Mereka bisa mengakses informasi dari dalam rumah atau melalui telpon genggam yang bisa dibawa kemana saja, tanpa harus repot pergi ke perpustakaan. Perpustakaan yang memiliki tata cara peminjaman dianggap tidak praktis, berbeda dengan internet yang memperbolehkan semua orang mengaksesnya. Kesadaran membaca buku juga harus ditanamkan sebagai bagian dari pembelajaran moral, karena bisa melatih seseroang untuk berpikiran kreatif dan mandiri.


Gejala plagiat juga timbul karena institut pendidikan kurang membenahi sistem pendidikan, kualitas kaum pendidik dan pelajar yang harusnya diutamakan. Sistem pendidikan jangan dijadikan sebagai sebuah proyek seperti adanya pemungutan biaya demi katrol nilai, maraknya ladang usaha pembuatan tesis dan skripsi, biaya masuk sekolah yang semakin tidak terjangkau dll. Hal itu akan merugikan dan merusak moral pelajar maupun kaum pendidik dan secara otomatis membuat standar pendidikan di Indonesia jauh tertinggal dari negara-negara lain. Sanksi yang tegas juga harus diberikan bagi mereka-mereka yang terbukti melakukan plagiat, seperti dikeluarkan dari institut, diskors ataupun dilepas jabatannya. Pendidikan bukanlah hal yang bisa ditempuh secara kilat, untuk mendapatkan pengetahuan-pengetahuan itu dibutuhkan suatu proses yang lama.

This entry was posted on Kamis, Maret 25, 2010 . You can leave a response and follow any responses to this entry through the Langganan: Posting Komentar (Atom) .

0 komentar

Posting Komentar