My World Turn Upside-Down (MAGANG)  

Posted by: Anisa Setya Arifina in ,

Pengalaman magang atau kuliah kerja praktek (KKP) ini membuatku terjebak dalam situasi yang membuat duniaku jungkir balik. Selalu ada yang pertama untuk segala hal, itulah kalimat yang sering diucapkan sahabat-sahabatku ketika rasanya aku ingin menyerah. Semangatku kembali menyala dan ingin terus berusaha lebih keras lagi mempelajari sebuah dunia baru yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Dunia baru yang aku harap bisa menjadi sebuah pengalaman dan pelajaran yang berharga buatku, yang kelak bisa kuceritakan dengan penuh kegembiraan dan bisa menjadi inspirasi untuk orang-orang disekelilingku.
Banyak pengalaman lucu, sedih, membuat stress, seru, mendebarkan sampai ingin membuat menangis (mungkin agak lebayy, tapi ini bener lho!) ketika menjadi seorang wartawan.
Walapun hanya menjadi half-journalist saja, tapi pengalaman ketika harus masuk pasar untuk bertanya harga komiditi kepada pedagang pasar adalah pengalaman hari pertama magang yang mendebarkan. Wartawan magang yang tidak diberi kartu pers juga menjadi kendala sendiri, terkadang banyak instansi yang menanyakan kartu pers. Kesulitan menemukan event dan mampetnya ide untuk menulis berita pada hari itu juga pernah dialami. Bersama teman lain yang juga pemagang, duduk selama hampir setengah hari di depan toko Oen Jl.Pemuda hanya untuk mencari ide, juga pernah saya alami. Pulsa telpon yang tak terhitung banyaknya habis dalam sebulan untuk menghubungi narasumber, tak dapat direm lagi. Memang wartawan kalau beli pulsa sebulan berapa sih? *penasaran*.
Membuat reporter senior menghabiskan 5 batang rokok kurang dari 10 menit (saya pikir karena dia terlalu stress merasakan 2 orang pemagang kurus yang kelewatan ceroboh ini) juga pernah saya alami, hanya karena kami berdua kurang memperhatikan nama dan jabatan narasumber tersebut. Kedekatan dengan pimpinan (baca : boss) kantor berita ANTARA juga sangat menyenangkan, pernah suatu kali kantor berita ANTARA, kerjasama dengan perusahaan susu mengadakan bakti sosial (baksos) di sebuah SD, 2 orang pemagang kurus ini tidak diajak, ternyata boss kami membawakan kami berdua 2 kotak susu. Setelah menyelesaikan pekerjaan di kantor, kami berdua berpamitan pulang, lalu….
Si Boss : “Wah, kalian berdua habis minum susu, tambah gemuk tuh”
Saya : “Hehehehe,iya pak, nih perutnya buncit (sambil mengelus perut)
Teman magang : (ketawa-tawa dibelakang saya)
Mungkin si boss, merasa kasihan dengan 2 orang pemagang di kantornya yang ternyata memiliki kesamaan sama-sama kurus (baca : kerempeng), makanya dia membawa pulang 2 kotak susu dengan harapan kita bertambah gemuk untuk 2 bulan kedepan. Mungkin juga si boss menaruh curiga pada keluarga kami, mungkin kami tidak pernah diberi susu, atau kurang makan makanan yang bergizi. Padahal ini semua adalah salah gen yang ada dalam tubuh kami.
Saya juga belajar mengamati, bahwa wartawan itu memiliki penampilan yang sangat mencolok di tengah kerumunan masyarakat. Saya juga belajar bahwa menjadi wartawan harus memiliki sikap pantang menyerah, dan “ngeyel”. Wartawan itu tidak perlu bermake up, karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan di jalan, asal rajin mandi pasti tidak akan bau badan. Wartawan itu harus bisa akrab dan membaur dengan banyak orang baru yang ditemuinya. Wartawan itu harus mempunyai daya ingat yang tajam, tidak boleh buta arah dan berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Berdasar pengalaman saya sebagai half-journalist wartawan juga bisa disebut sebagai orang gratisan..hhe..dalam konteks yang bagus tentunya. Satu hal yang paling tidak menyenangkan adalah wartawan itu tidak pernah libur, jadi kapan saya bisa punya waktu pribadi….Saya tahu kenapa orang yang sudah bekerja sangat menghargai waktu libur mereka dan betapa susahnya orang mencari uang di jaman sekarang ini.

Hidup semangat jurnalis!